SEJARAH KORPRI
Korps Pegawai
 Republik Indonesia merupakan suatu organisasi profesi beranggotakan 
seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Departemen maupun Lembaga Pemerintah 
non Departemen. Korpri berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 82
 Tahun 1971, 29 November 1971.   Korpri dibentuk dalam rangka upaya
 meningkatkan kinerja, pengabdian dan netralitas Pegawai Negeri, 
sehingga dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari lebih dapat berdayaguna 
dan berhasil guna.Korpri merupakan organisasi ekstra struktural,
 secara fungsional tidak bisa terlepas dari kedinasan maupun diluar 
kedinasan. Sehingga keberadaan Korpri sebagai wadah unsur Aparatur 
Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat harus mampu menunjang 
pencapaian tugas pokok institusi tempat mengabdi.Latar belakang 
sejarah Korpri sangatlah panjang, pada masa penjajahan kolonial Belanda,
 banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum bumi 
putera.   Kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, 
karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.Pada
 saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis Jepang
 seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda sebagai pegawai 
pemerintah.Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, bangsa 
Indonesia memproklamasikan, tanggal 17 Agustus 1945, seluruh pegawai 
pemerintah Jepang dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tanggal
 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, pegawai NKRI terbagi 
tiga kelompok besar, pertama Pegawai Republik Indonesia wilayah 
kekuasaan RI, kedua, Pegawai RI di daerah yang diduduki Belanda (Non 
Kolaborator) dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama 
dengan Belanda (Kolaborator).Setelah pengakuan kedaulatan RI 
tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non 
Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI 
Serikat. Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan 
parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem ketatanegaraan
 menganut sistem multi partai. Para politisi, tokoh partai mengganti dan
 memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang
 sekaligus menyeleksi pegawai negeri. Sehingga warna departemen sangat 
ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu dan dominasi partai dalam 
departemen terbukti sangat mengganggu pelayanan publik, karena PNS 
akhirnya terkotak-kotak.Prinsip penilaian pegawai negeri hampir 
diabaikan, dimungkinkan akan terjadi bahwa seseorang naik pangkat bukan 
karena prestasi, melainkan karena loyalitas kepada partainya atau 
pimpinan Departemennya. Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental 
diwarnai oleh dari partai mana ia berasal. Kondisi ini berlangsung 
hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.Dengan Dekrit 
Presiden sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar 
UUD 1945, dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan 
kepala pemerintahan sangatlah besar. Era ini lebih dikenal dengan masa 
Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai 
oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme). Dalam
 kondisi itu, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari 
kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Meski terkesan ragu-ragu, melalui
 Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa “… Bagi suatu 
golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan 
tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi 
politik termuat dalam pasal 10 ayat 3. Ketentuan tersebut diharapkan 
akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang 
mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul 
ternyata tidak kunjung datang.Sistem pemerintahan demokrasi 
parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan 
G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak ke dalam komunis. Kondisi
 perpolitikan paska pemberontakan PKI penuh dengan intrik, percaturan 
perebutan kekuasaan, bahkan Pegawai pemerintah banyak yang hidup dalam 
kegamangan menghadapi situasi.Memasuki awal Orde Baru 
dilaksanakan penataan pegawai negeri dengan Keppres RI Nomor : 82 Tahun 
1971 tentang Korpri. Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971
 itu, Korpri “merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina 
seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (Pasal 2 ayat 2).Tujuan 
pembentukannya adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan 
memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”.Pada
 era Orba, Korpri telah menjadi alat politik yang produktif. Dengan UU 
No.3 Th.1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan 
Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin 
memperkokoh fungsi tersebut memperkuat barisan partai. Sehingga setiap 
kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan 
dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini
 harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.Memasuki
 Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas 
Korpri, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri 
dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya menghasilkan konsep dan 
disepakati bahwa Korpri harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat
 dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya Korpri 
dibubarkan saja, atau bentuk partai sendiri. Sehingga Korpri harus 
netral, tidak lagi menjadi alat politik. Bahkan Presiden Republik 
Indonesia Megawati Soekarno Puteri memberikan batasan bahwa Korpri 
senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme.Untuk Korpri 
hendaknya menjaga kenetralan dari kekuatan politik yang mengendalikan 
pemerintahan serta kenetralan Korpri, kemudian pelaksanaannya telah 
dibuktikan sejak 30 Tahun Usia Korpri tahun 2001.Dengan posisi 
dan kemampuan sudah dibuktikan pada masa lalu, Korpri cenderung selalu 
menghadapi kekuatan luar yang ingin mempengaruhi dan menjadikannya 
sebagai alat politik. Karena itu, Korpri seharusnya selalu sadar akan 
hakikat keberadaannya dan berpegang teguh pada Panca Prasetya.Dengan
 adanya Nomor 12 tentang Perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999 tentang 
PNS yang ingin jadi anggota Parpol, sehingga dengan adanya ketentuan itu
 membuat anggota Korpri tidak berfikir politik apapun, kecuali hanya 
untuk berjuang mensukseskan tugas negara, terutama dalam melaksanakan 
pengabdian bagi masyarakat dan negara. 
PANCA PRASETYA KORPRI
JANJI TUGAS KORPRI
TELAH digariskan dalam teks Panca Prasetya KORPRI, lima janji setia 
anggota Korps Pegawai Republik Indonesia, yang merupakan suatu nilai 
komitmen diri dalam bertugas menjaga keutuhan negara kesatuan Republik 
Indonesia, yaitu :
Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
Menggalang persatuan dan rasa kesetiakawanan sosial
Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin kerja.
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
Menggalang persatuan dan rasa kesetiakawanan sosial
Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin kerja.
KINERJA para PNS, sebagai pelayan publik dan negara, harus ditingkatkan,
 melalui pengamalan janji Setia KORPRI janji-setia-anggota-korpri,janji 
tugas KORPRI yang selalu diucapkan saat upacara bendera, apel disiplin, 
dan peringatan HUT KORPRI, tanggal 29 November setiap tahunnya. 
LAMBANG KORPRI DAN ARTINYA
 Lambang
 Korpri diadakan dengan maksud untuk lebih menumbuhkan jati diri dan 
jiwa karsa anggota Korpri. Ketentuan lambang Korpri diatur dalam Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- 09/MUNAS/2004 tentang Lambang, Panji, Dan Atribut KORPRI;
Lambang
 Korpri diadakan dengan maksud untuk lebih menumbuhkan jati diri dan 
jiwa karsa anggota Korpri. Ketentuan lambang Korpri diatur dalam Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- 09/MUNAS/2004 tentang Lambang, Panji, Dan Atribut KORPRI;
Makna lambang/logo KORPRI:
1. Pohon dengan 17 ranting, 8 dahan, dan 45 daun, melambangkan 
perjuangan sesuai dengan fungsi dan peranan Korpri sebagai Aparatur 
Negara Republik Indonesia yang dimulai sejak diproklamasikannya Negara 
Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945;
2. Bangunan berbentuk balairung dengan lima tiang, melambangkan tempat 
dan wahana sebagai pemersatu seluruh anggota Korpri, perekat bangsa pada
 umumnya untuk mendukung pemerintahan Republik Indonesia yang stabil dan
 demokratis dalam upaya mencapai tujuan nasional dengan berdasarkan 
Pancasila dan Jatidiri, Kode Etik serta paradigma baru Korpri;
3. Sayap yang besar dan kuat ber-elar 4 (empat) ditengah dan 5 lima) 
ditepi melambangkan pengabdian dan perjuangan Korpri untuk mewujudkan 
organisasi yang mandiri dan profesional dalam rangka mencapai cita-cita 
kemerdekaan Bangsa Indonesia yang luhur dan dinamis berdasarkan 
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
 
thanks mengingatkan .................
ReplyDelete